09 Oktober, 2014

Sifat Pemaaf : Akhlak Paling Mulia


Sebagian orang menyangka bahwa sifat maaf dan tidak menyakiti perasaan orang lain bukanlah suatu akhlak yang mulia, padahal kedua sifat ini merupakan sifat termulia dan terpuji dalam islam. Sebab tidak diragukan lagi, setiap orang yang bersifat pemaaf, pasti akan mulia dan berakhlak baik, sehingga para salaf rahimahullah ketika mendefinisikan “husnul-khuluq / akhlak yang baik” selalu menyertakan didalamnya sifat pemaaf ini. Diantara mereka ; Hasan Al-Bashri rahimahullah, ia berkata ; “Akhlak yang baik itu adalah gemar memberi, berbuat baik pada oranglain, dan bersabar (memaafkan) atas kesalahan oranglain”. Juga diriwayatkan dari Ibnul-Mubarak rahimahullah ,ia berkata ;

((هو بسط الوجه وبذل المعروف وكف الأذى))
Artinya ; “Akhlak yang baik adalah menampakkan wajah ceria, berbuat baik pada oranglain, dan tidak menyakiti mereka”.2
Imam Ahmad rahimahullah juga berkata ;
((حسن الخلق أن تحتمل ما يكون من الناس))
Artinya ; “Akhlak yang baik itu adalah engkau bersabar dan memaafkan apa yang oranglain lakukan atasmu”.3
Sebagian ulama juga mendefenisikan akhlak baik ini dengan ; “menahan amarah karena Allah, menampakkan wajah ceria kecuali pada ahli bid’ah atau sesat, dan memaafkan orang-orang yang berbuat salah kecuali kalau dengan tujuan mendidiknya”.
Bahkan dalam sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kepada ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu’anhu juga menunjukkan hal ini ;
«يا عقبة ألا أخبرك بأفضل أخلاق أهل الدنيا والآخرة؟ تصل من قطعك، وتعطي من حرمك، وتعفو عمن ظلمك»
Artinya ; “Wahai ‘Uqbah, maukah jika saya beritahukan padamu tentang akhlak yang paling mulia didunia dan diakhirat kelak ? yaitu engkau menyambung tali silaturrahim dengan orang yang memutuskannya, memberi orang yang enggan memberimu, dan memaafkan orang yang menzalimi dirimu”.4
Beliau juga pernah menjelaskan ini kepada Abu Hurairah radhiyallahu’anhu ;
«أبا هريرة عليك بحسن الخلق، قلت وما حسن الخلق؟ قال: تصل من قطعك وتعفو عمن ظلمك وتعطي من حرمك»
Artinya ; “Wahai Abu Hurairah, berakhlak mulialah”, Saya (Abu Hurairah) berkata ; “Bagaimanakah berakhlak mulia itu ?”, beliau bersabda ; “yaitu menyambung tali silaturrahim terhadap orang yang memutuskannya, memaafkan orang yang menzalimimu, dan memberi orang yang enggan memberimu”.5
Ketika Marah : Hendaknya Menghadirkan Pahala Sifat Pemaaf Dalam Hati
Sangatlah baik jika orang yang sedang marah menghadirkan dalam hatinya pahala akhlak mulia, dengannya ia bisa terhibur . Hendaknya ia mengingat bahwa akhlak mulia merupakan penyebab terbesar yang memasukkan banyak manusia kedalam surga, serta sangat berat timbangannya diatas mizan hari kiamat kelak, juga merupakan sebab dekatnya derajat seorang hamba dengan para nabi disurga kelak.
Allah ta’ala berfirman ;
ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ ٱلسَّيِّئَةَۚ نَحۡنُ أَعۡلَمُ بِمَا يَصِفُونَ ٩٦
Artinya ; ” Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan (QS Al-Mukminun ; 96).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa ia memaknai ayat ini ” Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik” ; yaitu hendaknya bersabar ketika marah, dan memaafkan ketika disakiti, jika mereka melakukan hal ini, maka Allah pasti melindungi mereka serta musuh-musuh akan tunduk pada mereka”.6
Dengan Memaafkan : Derajatmu Semakin Mulia Dan Dicintai Allah
Salah satu faktor keengganan manusia untuk memaafkan, sabar dan menahan amarah adalah adanya keyakinan bahwa jika ia tidak marah maka dirinya terasa hina ,rendah dan nampak kelemahannya, padahal ini adalah godaan syaithan yang terkutuk.
Wahai saudaraku yang tercinta, sungguh dengan menampakkan sikap pemaaf dan menahan amarah terhadap kesalahan dan ketergelinciran orang lain ,engkau bahkan telah menambah kemuliaan derajat dirimu didunia dan diakhirat, serta membuatmu semakin kuat dan berwibawa, sebab kekuatan hakiki itu bukan berarti bisa mengalahkan oranglain, namun bisa menahan diri ketika datangnya amarah.
Tidak diragukan lagi ,bahwa dua sifat terpuji ini (menahan amarah dan memaafkan) sangat dicintai oleh Allah ta’ala, sebagaimana pujian Rasulullah terhadap seorang sahabatnya ;
«إن فيك خصلتين يحبهما الله ورسوله الحلم والأناة»
Artinya ; “Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai Allah ; Sifat menahan amarah dan sabar”.7
Memaafkan : Mendatangkan Ampunan Allah Dan Tanda Sifat Taqwa
Saudaraku, tidakkah engkau senang jika semua dosa-dosamu diampuni oleh Allah ta’ala dengan sebab memaafkan oranglain ? Allah telah menyerumu ;
وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٌ ٢٢
Artinya ; ” dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “.(QS An-Nur ; 22)
Saya memohon kepada Allah ta’ala agar menganugrahkan sifat pemaaf ini dalam sikap dan lisan kita. Saudaraku, ingatlah firman Allah yang menyifati orang-orang pemaaf sebagai orang yang bertakwa ;
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٣٤
Artinya ; “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS Ali Imran ; 134)
Juga firman-Nya ;
وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ ٤٣
Artinya ; ” Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan “.(QS Asy-Syura ; 43)
Sungguh indah ucapan sang penyair ;
وإني لأعفو عن ذنوبٍ كثيرةٍ ** وفي دونها قطع الحبيب المواصل
وأحلم عن ذي الذنب حتى كأنني** جهلت الذي يأتي ولست بجاهل
Sungguh, Aku mengampuni banyak dosa…Syaratnya tidaklah memutuskan hubungan sang sahabat…
Sungguh Aku menahan amarah dari para pendosa.. hingga diriku seakan tidak pernah tahu tentangnya, padahal aku sangat mengetahuinya…8
Orang yang berakal lagi cerdas adalah yang sadar terhadap adanya kesalahan orang lain terhadap dirinya namun ia sengaja tidak menghiraukan dan mempermasalahkannya, sebagaimana yang dikatakan Imam Syafi’i rahimahullah ; “Ketahuilah wahai saudaraku tercinta, bagaimanapun juga seorang insan pasti mendapatkan celaan dan rasa sakit dari selainnya baik dalam bentuk perbuatan atau ucapan, jika insan terbaik dan penghulu semua manusia (Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam) telah disakiti dengan dua hal ini, lalu bagaimanakah keadaan selain beliau, dikatakan dalam syair ;
ولا ترج شيئاً خالصاً نفعه** فالغيث لا يخلو من الغثاء
Jangan terlalu mengharap yang mulus-mulus
Sebab hujanpun tak kan terlepas dari buih… 9
Sikap Saling Memaafkan : Hak Sesama Muslim
Suatu hal yang maklum bahwa diantara hak-hak sesama saudara seiman adalah harus saling memaafkan kesalahan , dan menerima uzur dan alasannya. Ibnul Muflih rahimahullah berkata ; “Diantara hak muslim atas muslim lainnya adalah menutup aib-aibnya, memaafkan kesalahannya, mengasihaninya ketika bersedih,bersikap masa bodoh terhadap ketergelincirannya dan menerima uzurnya”.10
Hak-hak ini adalah hubungan antara sesama muslim, lalu bagaimanakah jika kedua muslim tersebut saling bersaudara kandung ? Sungguh lebih wajib lagi.
Al-’Allaamah Abdul’Aziz bin Baaz rahimahullah juga berkata ; “Sikap memaafkan hukumnya adalah sunat, karena seseorang dibolehkan untuk mengambil haknya dari orang yang menzaliminya jika ada maslahat didalamnya”.11
Oleh Ustadz Maulana La Eda
(Mahasiswa Pascasarjana (s-2) Jurusan Ilmu Hadis Universitas Islam Madina)

1 .Disadur dari tulisan Syaikh Badr Al Mahmud –rahimahullah-.
2 .Ucapan beliau ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi 4/363 (2005) dengan sanad hasan.
3 .Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab
4 .HR Ahmad (17468) ,dan (1789), Al-Hakim (4/161), Al-Baghawi (3443) dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dari hadis Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu’anhu . Dalam Musnad Ahmad hadis ini diriwayatkan dengan dua sanad, salah satunya jayid (kuat), Dalam Al-Majma’ (8/188) Al-Haitsami berkata ; “Salah satu dari dua sanad riwayat Ahmad ; semua rawinya tsiqah”. Maksud beliau adalah jalur sanad Ibnu ‘Ayyasy dari Usaid bin AbdurRahman dari Farwah dari Mujahid dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu’anhu. Hadis ini juga memiliki syawahid (hadis-hadis penguat) dari hadis Ali, Ubadah ,Ka’ab bin ‘Ujrah dan selain mereka.
5 .HR Al-baihaqi dalam Asy-Syu’ab, dalam sanadnya terdapat inqitha’ /terputus antara Al-Hasan dan Abu Hurairah, Dalam Al-Ihya’ (2/1758) Al-’Iraqi berkata ; “bahwasanya hadis ini merupakan riwayat Hasan dari Abu Hurairah, dan Hasan belum mendengar dari beliau”. Namun hadis ‘Uqbah sebelumnya menguatkan dan mendukung makna hadis ini, sehingga hadis ini derajatnya menjadi hasan (lighairihi).
6 .HR Bukhari secara mu’allaq (1444) dan sanadnya disambung oleh Ibnu jarir dalam tafsirnya (11/30544), Al-baihaqi dalam Al-Kubra (7/45) dan dinukil oleh Ash-Suyuthi dalam Ad-Dur Al-Mantsur (7/327) dan disebutkan juga Al-Baghawi dalam tafsirnya (4/102), dan juga Ali bin Abi Thalhah dalam Shahifahnya (439),. Yang shahih dari atsar ini adalah bahwasanya derajatnya mursal/terputus sanadnya dari Ibnu Abbas, karena Ali bin Abi Thalhah tidak mendengar Ibnu Abbas. Ibnu Ad-Duhaim berkata ; “Ia belum mendengar tafsir dari Ibnu Abbas”, Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqaat berkata ; “ia meriwayatkan dari Ibnu Abbas namun ia belum pernah melihatnya’. Dalam sanad ini terdapat kritikan ringan dari sebagian ahli ilmu, namun tidak mendhoifkannya, namun atsar ini memiliki sisi dhoif lain yaitu ; 1.Dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Shalih Al-Juhani, Kaatib Al-Laits, Imam Ahma berkata ; “Dulu pada awalnya ia berpegangteguh dengan sunnah, namun kemudian tidak diakhir umurnya, dan ia tidaklah tsiqah”. Dulu beliau mencela dan membencinya. Imam An-Nasai juga berkata ; “ia tidak tsiqah”, Abu Ahmad Al-Hakim berkata ; “ia dzaahibul-hadits “( maksudnya hadisnya tidak bisa diterima), Ibnu Hibban berkata ; “Munkar sekali, ia merwayatkan dari para tsiqah hadis-hadis yang bukan dari riwayatnya para tsiqah,”. Al-Hafidz Ibnu hajar dalam At-taqrib (2/3399) berkata ; “Shoduq, banyak memiliki kesalahan, tsiqah pada kitabnya namun ia memilki beberapa kelalaian”.
2.Dalam sanadnya terdapat Muawiyah bin Shalih Al-hadhrami, dalam At-Taqrib 2/6186 ; “shoduq namun memiliki beberapa kesalahan”.
7 .HR Muslim ; 126 , 1/36
8 .Al-Aadaab Asy-Syar’iyyah ; 1/311
9 .Idem.
10 .idem ; 1/305
11 .Dari Syarah beliau atas Kitab Riyadhish-Sholihin.

Sumber : Maafkanlah Saudaramu | Wahdah Islamiyah http://wahdah.or.id/maafkanlah-saudaramu/#ixzz3FeXhMLW0

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE